Konsep Kurikulum Pendidikan Islam
Konsep Kurikulum Pendidikan
Islam
MAKALAH
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :
Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag
Disusun Oleh :
Galih Latiano (V
PAI A / 10411011)
Noor Ahmad Assdiq M. (V PAI A / 10411012)
Pegas Sunja Dewi (V PAI A /
10411013)
Chandra Wicaksana (V PAI A / 10411014)
Ummi Uswatul Khasanah (V PAI A / 10411015)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia
diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang paling sempurna, karena manusia
dianugerahi fitrah, akal, qalb, dan nafs
sehingga dengan semua anugerah itu manusia memiliki kemampuan untuk
mengaktualisasikan potensi dirinya dalam mencapai kesempurnaan sebagai khalifah
di bumi. Untuk mencapai kesempurnaan ini, manusia harus melalui suatu proses
atau kegiatan ilmiah yang disebut dengan pendidikan. Pendidikan Islam yang
berfalsafahkan al-Qur’an dan hadis sebagai sumber utamanya, menjadikan keduanya
sebagai sumber utama pula dalam penyususunan kurikulum.[1]
Dalam pendidikan Islam kurikulum merupakan salah satu
komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena itu
kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai
pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Salah
satu tugas dari filsafat pendidikan Islam adalah memberikan arah bagi
tercapainya tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam yang hendak
dicapai harus direncanakan melalui kurikulum pendidikan. Oleh karena itu,
kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan pada
lembaga pendidikan Islam. Dengan demikian, akan menjadi jelas dan terencana
bagaimana dan apa yang harus diterapkan dalam proses belajar-mengajar yang
dilakukan pendidik dan anak didik.
Dalam
kurikulum, tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus
diajarkan oleh pendidik (guru) kepada anak didik, tetapi juga segala kegiatan
yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu karena mempunyai pengaruh
terhadap anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam.[2]
Di samping itu, kurikulum hendaknya dapat dijadikan ukuran kualitas proses dan
keluaran pendidikan sehingga dalam kurikulum sekolah telah tergambar berbagai
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilainilai yang diharapkan dimiliki oleh
setiap lulusan sekolah.
Berdasarkan
uraian di atas, fokus pembahasan dalam tulisan makalah ialah bagaimana filsafat
pendidikan Islam tentang konsep kurikulum pendidikan Islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian tentang latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah pokok dalam
makalah ini adalah bagaimana filsafat pendidikan Islam dalam menjelaskan konsep
kurikulum pendidikan Islam. Tema masalah pokok tersebut dijabarkan dalam beberapa
sub tema masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep kurikulum pendidikan
Islam?
2. Apa tujuan kurikulum pendidikan Islam?
3. Bagaimana perspektif
al-Qur’an tentang kurikulum pendidikan Islam?
C.
Tujuan
1. Mengetahui konsep kurikulum pendidikan
Islam.
2. Mengetahui tujuan kurikulum pendidikan
Islam.
3. Mengetahui perspektif
al-Qur’an tentang kurikulum pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, istilah
kurikulum (curriculum) berasal dari
bahasa Yunani yaitu curir yang
artinya “pelari” dan curene yang berarti “tempat berpacu”. Istilah kurikulum
berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada zaman Romawi
Kuno di Yunani. Dalam bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak
yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish
untuk memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus di tempuh tersebut
kemudian diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat di
dalamnya. Program tersebut berisi mata pelajaran (courses) yang harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu
tertentu, seperti SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun). SMA/MA (tiga tahun)
dan seterusnya.
Secara terminologis istilah
kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah.[3] Tujuan
pendidikan yang ingin di capai itulah yang menentukan kurikulum dan isi
pendidikan yang diberikan. Selain itu tujuan pendidikan dapat mempengaruhi
stategi pemilihan teknik penyajian pendidikan yang dipergunakan untuk
memberikan pengalaman belajar pada anak didik dalam mencapai tujuan pendidikan
yang sudah dirumuskan. Dengan kurikulum
dan isi pendidikan inilah kegiatan pendidikan itu dapat dilaksanakan secara
benar seperti apa yang telah dirumuskan. [4]
J.G Sailor (1981), merangkum beberapa
batasan mengenai pengertian kurikulum berdasarkan pengertian beberapa ahli
dinataranya:[5]
Menurut Lewis dan Meil, kurikulum adalah seperangkat bahan pelajaran, rumusan
hasil belajar, penyediaan kesempatan belajar, kewajiaban dan pengalaman peserta
didik. Taba berpendapat bahwa kurikulum tidak peduli bagaimana rancanagan
detailnya dan terdiri atas unsur-unsur tertentu, Ia memberi petunjuk tentang
beberapa pilihan dan susunan isinya. Akibatnya ia memerlukan suatu program
pengevaluasian hasil-hasilnya. Menurut Stratemayer Sc, kurikulum dianggap
sebagai hal yang meliputi bahan pelajaran dan kegiatan kelas yang dilakukan
anak dan pemuda keseluruhan pengalaman di dalam dan di luar sekolah atau kelas
yang disponsori oleh sekolah, dan seluruh pengalaman hidup murid. Adapun
batasan yang diterima pendidikan harus menetapkan ke arah ilmu pengetahuan,
pengertian-pengertian, kecakapan-kecakapan yang manakah pengalaman-pengalaman
yang baru akan dibimbing. Kebijakan ini menentukan scope dari kurikulum
sekolah.
Kurikulum dalam pendidikan Islam,
dikenal dengan manhaj
yang bermakna jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia
pada berbagai bidang kehidupannya. [6] Kurikulum
pendidikan Islam dari segi bahasa bermakna jalan yang terang yang dilalui
seseorang, baik orang itu guru atau juru latih, atau ayah atau yang lainnya, meliputi
semua unsur-unsur proses pendidikan dan semua unsur-unsur rencana pendidikan
yang di ikuti oleh guru, atau pendidik, atau institusi pendidikan dalam
mengajar dan mendidik murid-muridnya, meliputi tujuan-tujuan pendidikan, perkara-perkara
kajian, kemestian-kemestian pelajaran dan semua kegiatan dan alat-alat yang
menguatkannya, metode-metode yang digunakan dalam mengajarkan pelajaran dan
melatih murid-murid dan membimbingnya, menjaga peraturan di antara mereka dan
pada pergaulan mereka pada umumnya, dan proses-proses dan alat-alat penilaian.[7]
Jika diaplikasikan dalam kurikulum
pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh
pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan
Islam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan,keterampilan dan sikap. Dalam hal
ini proses pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara
serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna
( insan kamil ) yang strateginya telah tersusun secara sistematis dalam
kurikulum pendidikan Islam.[8]
Dari beberapa pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kurikulum tidak hanya dijabarkan sebagai
serangkain ilmu pengetahuan yang harus di ajarkan oleh pendidik (guru) kepada
anak didik dan anak didik mempelajarinya, akan tetapi segala kegiatan yang
bersifat kependidikan yang dipandang perlu, karena mempunyai pengaruh terhadap
anak didik, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan baik yang bersifat islami
maupun bersifat umum.[9]
B.
Komponen Kurikulum Pendidikan Islam (
Ummi)
Dari definisi tentang pengertian
kurikulum di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum pendidikan Islam mempunyai
empat unsur atau aspek utama yaitu:
1. Tujuan
Tujuan
pendidikan, sebagai komponen pertama dari kurikulum adalah sesuatu yang akan
dicapai oleh peserta didik melalui proses pendidikan. Menurut Rahman ada dua
istilah tujuan pendidikan yaitu:[10]
a.
Tujuan khusus
Tujuan
khusus yaitu untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan
menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kritis
dan kreatif.
b.
Tujuan umum
Tujuan
umum yaitu memungkinkan manusia memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan
umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keraturan dunia.
Tujuan
pendidikan Islam merupakan arah yang selalu diusahakan oleh pendidik
agar tercapai. Tujuan ini sangat penting artinya karena pada hakikatnya tujuan
itu berfungsi sebagai pengakhir dan pengarah usaha, merupakan titik pangkal
untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi dan memmberi nilai pada
usaha-usaha tersebut. Pada prinsipnya tujuan pendidikan suatu komunitas atau
bangsa biasanya bersumber dari filsafat hidup dan kepercayaan yang dianut oleh
suatu bangsa. Karena kenyataannya bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan
hasil filsafat dan kepercayaan suatu bangsa. Demikian juga menentukan tujuan
pendidikan islam tentu sangat dipengaruhi oleh akidah umat islam itu sendiri
dan sumber ajarannya yakni alquran dan sunnah. Untuk itu setiap usaha
menentukan kebijakan apapun dalam pendidikan islam harus selalu berangkat dari
sumber utamanya.[11]
2. Materi / Bahan Ajar
Materi/bahan
ajar bisa berupa kitab kuning (seperti di pesantren-pesantren salaf),
buku-buku, jurnal-jurnal, laporan-laporan hasil penelitian, dan apa saja yang
dapat digunakan sebagai konteks untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditentukan. Materi pada masa sekarang diatur dalam bentuk-nama-nama mata
pelajaran atau mata kuliah sesuai dengan nomenklatur keilmuannya.
Dari
mata pelajaran atau mata kuliah tersebut terdapat sekian banyak literatur yang
berfungsi sebagai bahan atau sumber pembelajaran. Kemudian pembahasan kerangka
materi seperti tersebut akan digunakan untuk melihat seperti apa bahan atau
sumber pendidikan menurut Rahman. Misalnya, Rahman dengan mengacu kepada
Alquran meminta manusia supaya mempelajari apa yang terdapat pada diri manusia
itu sendiri, alam semesta dan sejarah umat manusia.
3. Metode Pendidikan
Metode
pendidikan diperlukan untuk mengatur proses pembelajaran mulai dari persiapan
sampai dengan melakukan evaluasi. John P. Miller, seorang ahli metode
pembelajaran dari Ontario Institute for Studies in Education yang banyak
melakukan kritik terhadap metode pembelajaran. Menurut Miller banyak peserta
didik yang tidak tertarik belajar dikelas, bahkan mereka merasa tersiksa. Oleh
karena itu, disusunlah model pembelajaran yang menarik bagi peserta didik
dengan diberi nama Humanizing The Classroom: Models of Teaching in Affective
Education. Melvin L. Silberman mengemukakan 101 strategi pembelajaran yang
dapat mengaktifkan peserta didik.
Fazlur Rahman
banyak melakukan kritik terhadap metode pendidikan umat Islam terutama abad
pertengahan yang hanya sekedar mengulang-ulang pelajaran sampai hafal. Metode
semacam ini disebut metode mekanis. Sebaliknya, Rahman menyarankan kepada umat
Islam agar menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan melakukan
observasi, analisis, dan eksperimen. Disamping itu, Rahman juga mengemukakan
metode gerakan ganda. Metode ini dapat dipahami, dirumuskan kembali dan
diterapkan dalam proses pembelajaran.
Metode
pendidikan islam yang dikehendaki oleh Umat Islam pada hakikatnya adalah
methode of education through the teaching of islam (metode pendidikan melalui
ajaran islam) atas semua bidang ilmu pengetahuan dan keterampilan menurut
ajaran islam.[12]
4. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi
digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan telah dicapai
peserta didik. Evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi yang dapat
mengevaluasi semua proses pendidikan mulai dari awal sampai akhir, yang dapat
mengevaluasi baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. William E. Blank
mengemukakan suatu jenis evaluasi yang disebut dengan evaluasi performansi.
Menurut
Blank hanya dengan evaluasi performansi seorang pendidik dapat mengetahui bahwa
peserta didiknya telah mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan atau
belum. Kemudian, evaluasi jenis ini akan digunakan untuk melihat pemikiran
pendidikan neomodernisme Rahman. Misalnya, sebagaimana telah dikemukakan diatas
bahwa tujuan pendidikan menurut Rahman adalah untuk mengembangkan manusia
sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi pribadi
yang kritis dan kreatif yang memungkinnya memanfaatkan sumber-sumber alam untuk
kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan dan keteraturan
dunia. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan ini telah dicapai oleh
peserta didik, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap performansi peserta didik
terutama dari sifat kritis dan kreatif, dari segi kemampuan memanfaatkan
sumber-sumber alam untuk kebaikan manusia, dan dari segi keberhasilannya
menciptakan keadilan, kemajuan, serta keteraturan dunia.[13]
C.
Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam (
Mubaroq )
Diantara cirri-ciri umum kurikulum
pada pendidikan islam antara lain yaitu[14]:
1. Menonjolkan
tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan-kandungan,
metode-metode, alat-alat dan tekniknya bercorak agama. Segala yang diajarkan
dan diamalkan dalam lingkungan agama dan akhlak dan berdasarkan pada Al-Qur’an,
sunnah, dan peninggalan orang-orang terdahulu yag saleh.
2. Meluasnya
perhatian dan menyeluruhnya kandungan-kandungannya. Kurikulum yang
memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar
dari segi intelektual, psikologi, social dan spiritual. Disamping menaruh
perhatian kepada pengembangan dan bimbingan terhadap aspek spiritual bagi
pelajar, dan pembinaan aqidah yang betul padanya, menguatkan hubungan dengan
Tuhannya, menghaluskan akhlaknya, melalui kajian terhadap ilmu-ilmu agama, latihan
spiritual dan mengamalkan syiar-syiar agama dan akhlak islam. Kurikulum ini
meliputi ilmu-ilmu al-qur’an termasuk tafsir, bacaan,dll,ilmu-ilmu hadist, ilmu
tauhid, ilmu nahwu, saraf, arudh, dan lain-lain.
3. Cirri-ciri
keseimbangan yang relative diantara kandungan-kandungan kurikulum dari
ilmu-ilmu dan seni atau kemestian-kemestian, pengalaman-pengalaman, dan
kegiatan-kegiatan pengajaran yang bermacam-macam. Kurikulum pendidikan Islam,
sebagaimana ia terkenal dengan menyeluruhnya perhatian dan kandunganya, juga
menaruh perhatian untuk mencapai perkembangan yang menyeluruh, lengkap
melengkapi, dan berimbang antara orang dan masyarakat.
4. Kecenderungan
pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan
teknik, latihan kejuruan, bahasa asing, sekalipun atas dasar perseorangan dan
juga bagi mereka yang memiliki keediaan dan bakat bagi perkara-perkara ini dan
mempunyai kenginan untuk mempelajari dan melatih diri dalam perkara itu.
5. Perkaitan
antara kurikulum dalam pendidikan Islam dalam kesediaan-kesediaan
pelajar-pelajar dan minat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan-perbedaan
perseorangan diantara mereka.
D.
Asas-asas Kurikulum
Pendidikan Islam
Menurut
Nasution, hendaknya kurikulum memiliki empat asas yaitu:
1. Asas filsafat berperan sebagai penentu tujuan umum pendidikan Islam
sehingga susunan kurikulum mengandung kebenaran
2. Asas sosiologi berperan untuk memberikan dasar dalam menentukan apa saja
yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat kebudayaan,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3. Asas organisatoris berfungsi untuk memberikan dasar dalam bentuk bagaimanan
bahan pelajaran itu disusun dan penentuan luas urutan mata pelajaran
4. Asas psikologi tentang perkembangan anak didik dalam berbagai aspek, serta
cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dicerna dan dikuasai oleh anak
didik sesuai dengan tahap perkembangannya.[15]
Pendapat Nasution tentang asas-asas
penyusunan kurikulum tersebut, belum bisa sepenuhnya dijadikan sebagai dasar
kurikulum pendidikan Islam. Hal ini karena pendidikan Islam adalah usaha yang
diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam
atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat
berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan
nilai-nilai Islam.[16]
Oleh karena itu, menurut Hasan Langgulung dalam bukunya Asas-Asas Pendidikan Islam, asas dalam penyusunan kurikulum
pendidikan Islam adalah:
1. Asas-asas sosial, berfungsi memberi kerangka budaya dari mana pendidikan itu
bertolak dan bergerak dalam arti memindahkan, memilih, dan mengembangkan budaya
2.
Asas-asas politik dan administrasi, berfungsi memberi bingkai adeologi
(aqidah) untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah
dibuat.
3.
Asas-asas ekonomi, berfungsi memberi perspektif tentang
potensi-potensi manusia dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur
sumber-sumbernya dan bertanggungjwab terhadap anggaran belanja.
4. Asas-asas sejarah, berfungsi untuk mempersiapkan pendidik dengan hasil-hasil pengalaman
masa lalu, ddengan undang-undang peraturannya, batas-batas dan
kekuarangan-kekurangannya.
5. Asas-asas psikologis, berfungsi memberi informasi tentang watak-watak pelajar,
guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian, dan pengukuran
dan bimbingan.
6.
Asas-asas filsafat, berfungsi untuk memberi kemampuampuan
memilih yang lebih baik, member arah suatu sistem, mengontrolnya, dan member
arah kepada semua asas-asas lain.[17]
E.
Prinsip-prinsip
Kurikulum Pendidikan Islam
Sistem
pendidikan Islam menuntut pengkajian kurikulum yang Islami yang tercermin dari
sifat dan karakteristiknya. Kurikululum seperti itu hanya mungkin, apabila
bertopang dan mengacu pada dasar pemikiran yang Islami pula, serta bertolak
dari pandangan tentang manusia (pandangan antropologis) serta diarahkan pada
tujuan pendidikan yang dilandasi kaidah-kaidah Islami.
Agar
kriteria kurikulum pendidikan tersebut di atas dapat terpenuhi, maka dalam
penyusunannya harus memepertimbangkan hal-hal sebagai berikut:[18]
a.
Sistem
dan perkembangan kurikulum tersebut hendaknya selaras dengan fitrah insani,
sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya, menjaganya dari penyimpangan,
dan menyelamatkan.
b.
Kurikulum
yang dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam,
yaitu ikhlas, taat, dan beribadah kepada Allah. Disamping itu, untuk
merealisasikan pelbagai aspek tujuan
tidak lengkap seperti aspek psikis, fisik, sosial, budaya, maupun intelektual.
Berbagai aspek tujuan pendidikan tidak lengkap ini, berfungsi dalam rangka
meluruskan dan mengarahkan pola hidup yang selanjutnya bermuara pada tujuan
akhir atau tujuan asasi pendidikan.
c.
Penahapan
serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodisasi perkembangan
peserta didik maupun unisitas (kekhasan) nya seperti karakteristik kekanakan,
kepriaan dan kewanitaan. Demikian pula fungsi serta peranan dan tugas
masing-masing dalam dalam kehidupan sosial.
d.
Dalam
berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nashnya, hendaknya kurikulum
memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan masyarakat dan tetap bertopang pada
jiwa dan cita ideal Islaminya, seperti rasa syukur serta harga diri sebagai
umat Islam serta tetap mendukung dengan kesadaran dan harapan akan pertolongan
Allah, serta ketaatan kepada Rasul-Nya yang diutus untuk ditaati dengan izin
Allah. Dalam hal tersebut, kurikulum tersebut tetap memeperhatikan dan
memelihara berbagai kepentingan umat sesuai dengan kondisi dan lingkungannya
yang dilimpahkan Allah, seperti iklim tropis ataupun kondisi alam yang
memungkinkan pola kehidupan agraris, industrial ataupun masyarakat dagang, baik
perdagangan laut maupun darat, dan seterusnya.
e.
Secara
keseluruhan struktur dan organisasi kurikulum tersebut hendaknya tidak
bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan, bahkan sebaliknya terarah pada
pola hidup islami. Dengan kata lain kurikulum tersebut berpulang untuk menempuh
kesatuan. Kepada mereka diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan
pengalaman dalam menggali dan menyingkap rahasia segala yang ada serta
keberadaannya, hukum aturan dan keteraturannya serta kejadiannya.
f.
Hendaknya
kurikulum itu realistik, dalam arti bahwa ia dapat dilaksanakan sesuai dengan
situasi dan kondisi serta batas kemungkinan yang terdapat di Negara yang akan
melaksanakannya.
g.
Hendaknya
metode pendidikan atau pengajaran dalam kurikulum itu bersifat luwes/ fleksibel
sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan situasi tempat, dengan
mengingat pula faktor perbedaan individual yang menyangkut bakat, minat serta
kemampuan siswa untuk menangkap, mencerna dan mengolah bahan pelajaran yang
bersangkutan.
h.
Hendaknya
kurikulum itu efektif, dalam arti menyampaikan dan menggugah perangkat nilai
edukatif yang membuahkan tingkat laku positif serta meningkatkan dampak efektif
(sikap) yang positif pula dalam jiwa generasi muda. Untuk itu diperlukan
pemanfaatan metode pendidikan yang memadai sehingga melahirkan dampak mendalam,
berupa berbagai kegiatan islam yang efisien. Dengan kata lain, metode
pendidikan yang digunakan itu hendaknya memungkinkan pelaksanaannya, mudah
ditangkap dan diserap siswa, serta membuahkan hasil yang manfaat.
i.
Kurikulum
itu hendaknya, memeperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang
bersangkutan, misalnya bagi suatu fase perkembangan tertentu diselaraskan
dengan pola kehidupan dan tahap perkembangan keagamaan dan pertumbuhan bahwa
bagi fase tersebut.
F.
Pendidikan Islam Dalam
Perspektif Al-Qur’an dan Hadist
1. Tujuan Pendidikan Dalam Kisah Al-Qur’an
Dalam
Al-Qur’an terdapat bermacam-macam kisah yang berdasarkan tokohnya bisa
dikategorikan sebagai berikut : Pertama, kisah para rasul dan nabi menyangkut
dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang terjadi serta sikap para
penentang kisah-kisah yang berkaitan. Kedua, kisah-kisah yang berkaitan dengan
umat yang terdahulu yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, seperti kisah
Thalut, Jalut, dua putranya dan Ashabul Kahfi, dan sebagainya. Ketiga, kisah
yang berkaitan dengan perstiwa yang terjadi di zaman Nabi seperti perang Badar,
Uhud, Hunain dan sebagainya.[19]
Penuturan
kisah-kisah tersebut dalam Al-Qur’an bukan sekedar untuk dihafal, namun
penyampaian tersebut terkait dengan bagaimana metode menyampaikan sinar
petunjuknya. Dalam Al-Qur’an terdapat dua metode yang ditempuh untuk
menyampaikan petunjuk di dalamnya. Pertama, direct
method / thariqah yakni metode langsung dalam bentuk perintah dan larangan.
Kedua, mubasyirah indirect method /
thariqah ghair mubasyirah, yakni metode tidak langsung, diantaranya dengan
melalui kisah, matsal (perumpamaan)
dan ta’ridl (sindiran).[20]
Prof.
Dr. H. Nizar Ali, M.Ag dan Dr. H. Sumedi, M.Ag dalam bukunya Antologi Pendidikan Islam membagi tujuan
penyampaian kisah Al-Qur’an dalam tiga kategori, yaitu:[21]
a) Tujuan informatif, yakni member informasi tentang keberadaan kisah yang
diceritakan menyangkut tokoh, tempat atau peristiwa yang terjadi. Misalnya
bagaimana kisah tokoh Ashhabul Kahfi, Kisah kota Iram, peristiwa hancurnya kaum
Sodom dan sebagainya.
b) Tujuan justifikatif-korektif, yakni membenarkan kisah-kisah yang
pernah diceritakan dalam kitab-kitab sebelumnya, seperti Taurat dan Injil
namun, sekaligus mengoreksi kesalahannya. Misalnya koreksi Al-Qur’an terhadap
posisi Nabi Isa a.s. yang dianggap sebagai anak Tuhan oleh kaum Nasrani, dan
juga Uzair yang dianggap anak Tuhan oleh kaum Yahudi.
c) Tujuan edukatif, yakni bahwa kisah-kisah Al-Qur’an membawa pesan-pesan
moral dan nilai-nilai pendidikan yang sangat berguna bagi pembaca dan pendengar
kisah tersebut untuk dijadikan ‘ibrah (pelajaran).
2. Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif
Hadist
Tujuan
pendidikan menurut hadis Nabi SAW merupakan penegasan dan bentuk penguatan
tujuan tujuan pendidikan menurut Al-Qur’an, yakni membentuk dan membina manusia
secara pribadi dan kelompok agar mampu menunaikan fungsinya sebagai hamba Allah
dan khalifah-Nya yang merupakan tujuan penciptaan manusia.[22]
Tujuan
pendidikan dalam hadis Nabi SAW masih terlalu umum dan memerlukan penjabaran ke
dalam tujuan-tujuan khusus yang berbasis pada fitrah manusia dengan
memperhatikan tiga aspek, yaitu:[23]
a)
Aspek jasmani
Tujuan pendidikan tidak akan tercapai
jika kondisi kesehatan jasmani peserta didik tidak sehat. Bahkan semua aspek
ibadah ritual ini dalam Islampun memerlukan aspek kesehatan jasmani ini. Pendidikan
aspek jasmani ini bertujuan agar peserta didik bisa menjadi terampil, sehat,
dan enerjik sehingga dapat merealisasikan tujuan-tujuan kehidupan yang sesuai
dengan konsep Islam.
b) Pendidikan dan pembinaan aspek akal
Al-Razi menyatakan bahwa manusia pada
dasarnya mempunyai daya fikir yang sama besar, dan perbedaan kemampuan berfikir
antara manusia satu dengan lainnya timbul karena perbedaan pendidikan dan
suasana perkembangannya. Produk pendidikan dan pembinaan akal ini akan
menghasilkan ilmu pengetahuan, dan ahli dalam pemakaian perbendaharaan ilmu
pengetahuan
c) Pendidikan dan pembinaan aspek jiwa
Jiwa yang ada dalam diri manusia
merupakan kekuatan batin dan juga faktor internal yang menggerakan manusia
dalam perbuatan luhur. Produk pembinaan aspek ini menghasilkan kesucian,
kejujuran, keindahan, dan etika.
Al-Jamali berpendapat bahwa tujuan
pendidikan adalah:
a) Agar seseorang mengenal statusnya si
antara makhluk dan tanggung jawab masing-masing individu di dalam hidup mereka
di dunia.
b) Agar seseorang mengenal interaksinya
dalam masyarakat dan tanggung jwab mereka di tengah-tengah sistem
kemasyarakatan.
c) Supaya manusia kenal dengan alam
semesta dan membimbingnya untuk mencapai hikmah Allah dalam menciptakan alam
semesta dan memungkinkan manusia untuk menggunakannya.
d) Supaya manusia kenal akan Tuhan
Pencipta ala ini dan mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya.[24]
Muhammad Atiyah al-Arbasyi merinci
tujuan pendidikan itu sebagai berikut:
a) Untuk membantu pembentukan akhlak yang
mulia.
b) Sebagai persiapan untuk kehidupan dunia
dan kehidupan akhirat.
c) Sebagai persiapan untuk mencari rezeki
dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidik-pendidik muslim memandang
bahwa kesempurnaan manusia tidak akan tercapai kecuali dengan memadukan antara
aga dan ilmu pengetahuan, atau menaruh perhatian pada segi-segi spiritual,
akhlak dan segi-segi kemanfaatan.
d) Menyiapkan peserta didik dari segi
professional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat menguasai profesi, tekni
dan perusahaan tertentu, suapaya ia dapat mencari rezeki dalam hidup dan hidup
dengan mulia selain memelihara segi kerohanian dan agama.[25]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kurikulum
dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan
yang terang yang dilalui seseorang, baik orang itu guru atau juru latih, atau
ayah atau yang lainnya, meliputi semua unsur-unsur proses pendidikan dan semua unsur-unsur
rencana pendidikan yang di ikuti oleh guru, atau pendidik, atau institusi
pendidikan dalam mengajar dan mendidik murid-muridnya, meliputi tujuan-tujuan
pendidikan, perkara-perkara kajian, kemestian-kemestian pelajaran dan semua
kegiatan dan alat-alat yang menguatkannya, metode-metode yang digunakan dalam
mengajarkan pelajaran dan melatih murid-murid dan membimbingnya, menjaga
peraturan di antara mereka dan pada pergaulan mereka pada umumnya, dan
proses-proses dan alat-alat penilaian.
Jika
diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi sebagai
pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah
tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah
pengetahuan,keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam
bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya
mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna ( insan kamil ) yang
strateginya telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam
Dalam
menentukan atau memilih kurikulum haruslah mempertimbangkan aspek tujuan
agama dan akhlak.
Kerangka kurikulum pendidikan Islam pada dasarnya sama dengan kerangka
kurikulum umum, hanya saja disesuaikan dengan tujuan pendidikan Islam yang
beredoman pada Al-Qur’an dan Hadits. Kerangka kurikulum tersebut adalah tujuan,
isi kurikulum, metode, dan evaluasi kurikulum.
B.
Saran
Di dalam makalah ini, mungkin banyak sekali terdapat kekurangan dan kesalahan, baik
dari segi penulisan ataupun pengertian. Oleh karena itu, penulis memohon maaf dan meminta
saran dan kritikan yang sifatnya membangun, agar dapat menjadi perbaikan bagi penulis untuk penulisan makalah-makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H. M. T.th. Filsafat
Pendidikan Islam. Cet. ke-4. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, Zainal. 2011. Konsep & Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Hamdani, Ihsan. 2001. Filsafat Peendidikan Islam: untuk fakultas Tarbiyah komponen MKK.
Yogyakarta: Pustaka Setia.
Jalaluddin, Abdullah Idi. 2002. Filsafat Pendidikan(Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Gaya
Media Pratama.
Langgulung, Hasan. 2003. Asas-Asas
pendidikan islam, Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru.
Nizar Ali dan Sumedi, 2010. Antologi
Pendidikan Islam, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga dan Idea Press.
Nuryanti. Filsafat Pendidikan Islam Tentang Kurikulum,
Hunafa, Vol. 5, No.3, Desember 2008.
Omar Mohammad Al-Toumy
Al-Syaibany. 1979. Falsafah Pendidikan
Islam, Jakarta: Bulan Bintang. Terjemahan
Hasan Langgulung.
Siregar,
Maragustam. 2010. Mencetak Pembelajar
Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam). Yogyakarta: Nuha
Litera.
Sutrisno,
2006. Pendidikan Islam yang Menghidupkan, Yogyakarta: Kota Kembang.
Uhbiyati,
Nur. 1997. Ilmu Pendidikan Islam (IPI),
Bandung: Pustaka Setia.
Zuhairini dkk, 1994. Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
[1] Nuryanti. Filsafat
Pendidikan Islam Tentang Kurikulum, Hunafa, Vol. 5, No.3, Desember 2008
[2] Arifin, H. M. T.th. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. ke-4.
Jakarta: Bumi Aksara, hal. 84-85
[3] Zainal Arifin.
2011. Konsep & Model Pengembangan
Kurikulum, Bandung:PT Remaja Rosdakarya, hal. 2-3
[4] Jalaluddin, Abdullah Idi,
2002. Filsafat Pendidikan(Manusia,
Filsafat dan Pendidikan), Jakarta: Gaya Media Pratama. hal. 124-125
[5] Ibid, hal. 124
[6] Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, 1979. Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, Terjemahan Hasan Langgulung. hal. 478
[7] Ibid, hal. 488-489
[8] Nuryanti, Filsafat Pendidikan Islam Tentang
Kurikulum, Hunafa, Vol. 5, No.3, Desember 2008
[9] Ibid, hal. 128
[10]
Sutrisno, 2006. Pendidikan Islam yang Menghidupkan, Yogyakarta: Kota
Kembang. hal. 8
[11]
Maragustam Siregar, 2010. Mencetak
Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah
Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera, hal. 130
[12]
Nur Uhbiyati, 1997. Ilmu Pendidikan Islam
(IPI), Bandung: Pustaka Setia, hal.
128
[13]
Sutrisno, 2006. Pendidikan Islam yang Menghidupkan, Yogyakarta: Kota
Kembang, hal. 9-10
[14] Ibid, hal. 490-512
[15] Nuryanti, Filsafat
Pendidikan Islam Tentang Kurikulum, Hunafa, Vol. 5, No.3, Desember 2008
[16] Zuhairini dkk. 1994. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi
Aksara. hal. 152
[17] Hasan Langgulung. 2003. Asas-Asas pendidikan islam, Jakarta: PT.
Pustaka Al Husna Baru. hal. 4-5
[18] Hamdani, Ihsan. 2001. Filsafat Peendidikan Islam: untuk fakultas Tarbiyah komponen MKK.
Yogyakarta: Pustaka Setia, hal. 148-150.
[19] Nizar Ali dan Sumedi.
2010. Antologi Pendidikan Islam,
Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga dan Idea Press. hal. 232
[20] Ibid. hal. 228
[21] Ibid. hal. 228-229
[22] Ibid. hal. 219
[23] Ibid. hal. 218-219
[24] Ibid. hal. 217
[25] Ibid. hal. 217-218
0 comments: